Selain
Menara Seoul, Sungai Cheonggyecheon (baca: chiongkyechion) ini menjadi
tempat piknik favorit dalam kota. Aliran sungai sepanjang enam
kilometer ini ditata sedemikian rupa sehingga ada atraksi menarik pada
setiap kilometernya. Saking panjangnya, aliran sungai ini melewati
beberapa daerah populer turis seperti Dongdaemun.
Untuk mencapai
Cheonggyecheon, ada banyak pilihan jalur kereta bawah tanah. Tetapi
stasiun yang paling dekat lokasi sungai yang paling menarik adalah biru
tua (turun di stasiun Jonggak) atau hijau (turun di stasiun Euljiro
il-ga). Selain dekat dengan Cheonggyecheon, dekat juga dengan
Gwanghwamun Plaza, lapangan luas dengan hamparan bunga dan air mancur
yang juga tidak kalah keren untuk dikunjungi.
Di
bagian ujung sungai terdapat Cheonggye Plaza yang merupakan lapangan
luas yang sering dijadikan tempat berbagai acara, seperti konser musik
atau pameran. Di salah satu sisi lapangan, terdapat kubah ramping warna
biru merah yang sepintas mirip pohon Natal. Desain arsitektur ini
diberi nama The Spring dan merupakan rancangan desainer Claes
Oldenberg.
Tanda dimulainya aliran sungai adalah kolam dengan
air mancur yang tiap jamnya menampilkan permainan air. Dari kolam itu
juga tercurah air terjun yang berlanjut sebagai aliran sungai
Cheonggyecheon.
Cheonggyecheon
direstorasi ulang tahun 2003 sebagai bagian dari proyek penghijauan
kota. Dilintasi oleh 22 jembatan dan batu undakan, cheonggyecheon
menjadi tempat ideal untuk warga Seoul bersantai. Pada jam makan siang,
sepanjang aliran sungai ini dipenuhi oleh karyawan gedung sekitar yang
menikmati makan siang mereka.
Banyak juga anak sekolah yang
menghabiskan waktu bersama teman-teman di situ. Sedangkan pada malam
hari, banyak keluarga dan pasangan yang menikmati suasana romantis dari
lampu-lampu dekorasi.
Bunga
warna-warni peninggalan musim panas pun terlihat di sepanjang aliran
sungai Cheonggyecheon ini. Dengan angin sejuk dan udara bersih,
menikmati pemandangan bunga ditemani suara gemercik aliran sungai jelas
adalah kemewahan bagi saya, karena hal seperti ini tidak mungkin saya
nikmati di Jakarta.
Menyusuri lebih lanjut, dinding di sisi kiri
kanan sungai sering menampilkan dekorasi-dekorasi unik. Yang terdekat
dari The Spring adalah The Wall of Culture, yang menampilkan foto-foto
Cheonggyecheon dari masa ke masa. Berjalan agak jauh sedikit, kita bisa
menemukan lokasi yang merupakan tempat para wanita mencuci baju di
zaman dulu.
Ada
juga tembok harapan (Wall of Hope). Tembok ini menampilkan sekitar dua
puluh ribu potongan porselen keramik yang setiap potongannya memuat
gambar dan pesan-pesan dari warga Korea di seluruh penjuru dunia (yang
tinggal di Korea Selatan, Korea Utara atau di luar Korea) yang berharap
Korea bisa bersatu. Dinding yang terbentang 50 meter dengan tinggi dua
meter ini merupakan dinding porselen keramik terbesar di dunia.
Begitu
banyak desain yang dipasang di sepanjang aliran sungai Cheonggyecheon
ini, tidak heran jika beberapa bagian sering jadi lokasi syuting drama
dan film Korea. Sepintas saya sempat melihat undakan batu yang
digunakan sebagai lokasi syuting film Kang Dong Won, "Jeonwoochi".
pengertian hukum udara
1) Diederiks-verschoor
Hukum udara (air law) sebagai hukum dan regulasi yang mengatur pengunaan ruang
udara yang bermanfaat bagi penerbangan, kepentingan umum, dan bangsa-bangsa di
dunia .
2) M. Le. Goff
Hukum udara adalah serangkaian ketentuan nasional dan internasional mengenai
pesawat, navigasi udara, pengangkutan udara komersial dan semua hubungan hukum,
publik maupun perdata, yang timbul dari navigasi udara domestik dan
internasional .
3) M.Lemoine
Hukum udara adalah cabang hukum yang menentukan dan mempelajari hukum dan
peraturan hukum mengenai lalu lintas udara dan penggunaan pesawat udara dan
juga hubungan-hubungan yang timbul dari hal tersebut .
Selain pengertian diatas menurut K. Martono ada juga pengertian lainnya menurut
pakar yang mempunyai keyakinan bahwa hukum udara dan hukum ruang angkasa harus
disatukan dalam cabang hukum tunggal, karena kedua bidang tersebut mewakili
bidang hukum yang secara langsung maupun tidak langsung berlaku pada penerbangan-penerbangan
yang dilakukan manusia . Pengertian ini diawali karena terbitnya sebuah
glossary Tahun 1995 oleh Research Studies Institutes pada Maxwell Air Force
Base, dimana ditemui sebuah definisi istilah ”Aerospace” yaitu : ”The earth’s envelope of air and space above it, the two considered as a
single realm for activity in the flight of air vehicles and in the launching,
guidance and control of ballistic missiles, earth satellites, dirigible space
vehicles, and the like”.
Berdasarkan glossary ini john C. Cooper seorang ahli hukum udara, sampai pada
suatu definisi istilah aerospace yaitu sebagai berikut :
“Keseluruhan prinsip dan ketentuan hukum yang berlaku dari waktu ke waktu, yang
menentukan dan mengatur :
1. a.Aerospace (yang memakai definisi dari glossary);
b.Hubungan dengan daratan dan perairan diatas permukaan bumi;
c.Luas dan karakter hak-hak individu dan negara-negara untuk menggunakan dan
ataupun mengontrol ruang tersebut, atau bagian daripadanya, atau benda-benda
langit yang terdapat di dalamnya, untuk penerbangan-penerbangan atau tujuan
lainnya ;
2. a.Penerbangan
b.Peralatan-peralatan dengan mana penerbangan itu dilakukan, yang meliputi
nasionalitasnya, pemilihan, pemakaian atau kontrol;
c.Fasilitas-fasilitas di permukaan bumi yang memakainya berkaitan dengan
penerbangan seperti bandar-bandar udara, tempat-tempat peluncuran atau
pendaratan lainnya, fasilitas-fasilitas navigasi dan jalur penerbangan.
3. Hubungan-hubungan dari setiap hal yang berkenaan dengan atau antar individu,
masyarakat atau negara-negara yang timbul dari keberadaan ataupun penggunaan
tempat penerbangan (Aerospace), atau peralatan-peralatan ataupun
fasilitas-fasilitas yang digunakan dalam kaitan itu atau untuk berhasilnya
penerbangan itu”.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapatlah ditarik suatu definisi
hukum udara secara umum. Hukum udara merupakan keseluruhan norma-norma hukum
yang mengatur penggunaan ruang udara, khususnya mengenai penerbangan,
penggunaan pesawat-pesawat terbang dalam peranannya sabagai unsur yang
diperlukan bagi penerbangan. Dengan kata lain, penerbangan merupakan objek
kajian dalam hukum udara karena dalam kegiatannya menggunakan ruang udara
sebagai medianya.
2. Pengaturan Hukum Udara Internasional dan Nasional
Hukum udara secara nasional diatur dalam perjanjian, baik perjanjian
multilateral maupun bilateral. Perjanjian bilateral tentang penerbangan sipil
biasanya mengatur mengenai hak-hak penerbangan, rute penerbangan, kapasitas
pengangkut udara, dan tarif jasa pengangkut udara . Materi perjanjian tersebut
dipengaruhi oleh perjanjian udara bermuda tahun 1946 antara Inggris Raya dan
Amerika Serikat . Konvensi bermuda tersebut memiliki karakteristik liberal
dalam hal kapasitas angkutan udara. Konvensi bermuda 1946 pada kemudian hari
menjadi sebuah acuan utama bagi setiap negara untuk menyusun perjanjian jasa
pengangkut udara sipil komersil selain Chicago Standard form Agrement dan
European Civil Aviation Conference Standard Form” .
Adapun pengaturan hukum udara secara internasional adalah sebagai berikut:
1. Paris Convention)
Beberapa bulan sebelum ditanda tanganinya perjanjian perdamaian di versailles,
Dewan tertinggi dari Konferesi perdamaian memutuskan untuk mengadakan suatu
panitia penerbangan dan memberi tugas kepadanya untuk menyiapkan suatu
peraturan guna mengatur lalu lintas udara internasional dimasa yang akan
datang. Pekerjaan yang dilakukan panitia telah menghasilkan suatu perjanjian
penerbangan, yang ditandatangani di Paris pada tanggal 13 oktober 1919 oleh 27
negara. Perjanjian Paris ini merupakan cikal bakal dari lahirnya konvensi
chicago .
2. Konvensi Chicago
Menjelang berakhirnya perang dunia II, pemerintah Amerika Serikat yang pada
waktu itu dijabat oleh Presiden Roosevelt telah mengambil inisiatif untuk
mengundang berbagai Negara, baik Negara-negara sekutunya maupun Negara-negara
netral di Eropa dan Asia, kecuali Negara-negara Amerika Latin untuk menghadiri
suatu konferensi di Chicago, yang bertujuan menyusun ketentuan-ketentuan
bersama yang baru megenai lalu lintas udara sipil internasional dan mengganti
perjanjian yang telah ada sebelumnya yakni Perjanjian Paris . Konferensi yang
dilaksanakan di Chicago tersebut telah menghasilkan beberapa hal penting, yaitu
:
1. Konvensi mengenai Penerbangan Sipil Internasional yang dikenal dengan
Konvensi Chicago Tahun 1944 (Convention Aviation Signed at Chicago on 7
Desember 1944)
2. Persetujuan Transit Udara Internasional (IASTA/ International Air Transit
Agreement)
3. Persetujuan Transportasi Udara Internasional (IATA/ International Air
Transport Agreement)
IATA dan IASTA merupakan perjanjian internasional yang bersifat multilateral,
yang mempertukarkan lima hak-hak penerbangan (Five Freedom on the Air) atau
juga dikenal dengan lima kebebasan di udara, yang dipertukarkan dalam IASTA hak
kebebasan Ke-1 dan Ke-2, yaitu sebagai berikut :
1) Hak untuk terbang melintasi wilayah Negara lain tanpa melakukan pendaratan.
2) Hak melakukan pendaratan di Negara lain untuk keperluan Operasioanl
(Technical Landing) dan tidak berhak untuk mengambil dan menurunkan penumpang
dan/ ataupun kargo secara komersial.
Sedangkan hak kebebasan yang dipertukarkan dengan IATA adalah hak kebebasan
Ke-1,2,3,4 dan Ke-5 . Hak kebebasan berikutnya adalah:
3) Hak untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos secara komersial dari Negara
pendaftar pesawat udara ke Negara pihak yang lainnya.
4) Hak untuk mengangkut penumpang, kargo dan pos secara komersial dari Negara
yang berjanji lainnya ke Negara pesawat udara yang didaftarkan.
5) Hak untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos secara komersial dari atau
negara ketiga diluar negara yang berjanji.
Kebebasan udara tersebut biasanya dipertukarkan dalam perjanjian udara timbal
balik (Bilateral Air Transport Agreement). Secara teoritis terdapat delapan
kebebasan di udara (Eight Freedom of the Air), namun dalam praktik hanya ada
terdapat lima kebebasan di udara. Tiga kebebasan berikutnya, masing-masing
kebebasan di udara ke-6,7 dan 8 yaitu sebagai berikut :
6) Hak untuk mengangkut penumpang, kargo dan pos secara komersial dari Negara
ketiga melewati Negara tempat pesawat udara didaftarkan kemudian diangkut
kembali ke negara tujuan.
7) Hak untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos secara komersial semata-mata
diluar Negara-negara yang mengadakan perjanjian.
8) Hak untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos secara komersial dari suatu
tempat ke tempat yang lain dalam suatu wilayah Negara berdaulat dan ini dikenal
dengan istilah ”Kabotase” (Cabotage). Cabotage merupakan hak preogratif Negara
berdaulat untuk melakukan transportasi dalam negeri guna pemanfaatan perusahaan
penerbangan nasional. Biasanya hak kabotase tersebut tidak pernah diserahkan
kepada perusahaan asing manapun.
3. Perjanjian Warsawa Tahun 1929
Pada tanggal 12 oktober 1929 di Warsawa ditandatangani suatu perjanjian yang
lengkapnya bernama ”Convention for the Unification of Certain Rules Relating to
International Carriage by Air”, yang lebih dikenal dengan sebutan “ Perjanjian
Warsawa “. Perjanjian ini mengatur antara lain dua hal pokok, yaitu :
1) Mengenai Dokumen Angkatan Udara
2) Mengenai masalah tanggung jawab pengangkut udara Internasional.
Pentingnya perjanjian ini ialah ketentuan-ketentuan didalamnya mengatur
mengenai limit tanggung jawab ganti rugi .
4. Konvensi yang mengatur mengenai kejahatan dalam penerbangan (Hijacking)
Ada dua konvensi yang mengatur mengenai kejahatan dalam penerbangan, yaitu :
a. Konvensi Tokyo tentang pelanggaran dan Tindakan tertentu lainnya dalam
Penerbangan (Convention and Certain Other Acts Committe on Board Aicraft) Tahun
1963
Konvensi ini disebut juga dengan konvensi pembajakan udara. Tujuannya adalah
untuk melindungi pesawat udara,orang, barang yang diangkut untuk menjamin
keselamAtan penerbangan. Konvensi ini mempunyai yurisdiksi terhadap pelanggaran
maupun tindak pidana penerbangan serta mencegah terjadinya kekosongan hukum
pada tindak pidana maupun pelanggaran di dalam pesawat udara yang sedang
melakukan penerbangan di atas laut lepas/ atau daerah yang tidak bertuan .
Menurut konvensi Tokyo terhadap kejahatan dan pelanggaran di udara maka berlaku
yurisdiksi dari Negara pendaftar pesawat udara yang terjadi dalam pesawat udara
”in flight” . Dalam konvensi ini yang disebut dengan in flight adalah pada saat
pesawat udara dengan tenaga penuh siap untuk tinggal landas sampai pesawat
udara melakukan pendaratan di ujung landas pacu.
b. Konvensi The Haaque Tahun 1970
Konvensi tentang perlindungan pesawat udara dari tindakan melawan hukum
(Convention for the Supression of Unlawfull Seizure of Aircraft) yang lebih
dikenal dengan konvensi The Haaque Tahun1970 merupakan penyempurnaan dari
Konvensi Tokyo 1963. Konvensi ini memperluas pengertian dari in flight yaitu
sejak semua pintu luar ditutup diikiuti dengan embarkasi pesawat udara sampai
semua pintu luar dibuka kembali diikuti dengan debarkasi penumpang (ketika
semua penumpang telah turun). Berlakunya konvensi ini tergantung dari
pendaratan nyata pesawat udara yang dibajak bukan tergantung pada jenis
penerbangannya.
Pengaturan hukum udara di indonesia merupakan ratifikasi dari perjanjian-perjanjian
internasional dibidang hukum udara seperti Ordonansi pengangkutan udara 1939,
yang lebih dikenal dengan OPU No. 100 stb. 1939 dimana mengatur mengenai
tanggung jawab pengangkut dan ganti rugi. Dasar hukum penerbangan sipil dalam
hukum udara Indonesia diatur dalam Undang-undang penerbangan yang telah
beberapa kali disempurnakan, dimulai dengan lahirnya Undang-undang No. 83 Tahun
1958 tentang penerbangan, yang kemudian diubah dengan Undang-undang No.33 Tahun
1964, yang disempurnakan lagi dengan Undang-undang No.72 Tahun 1976, kemudian
dengan Undang-undang No.15 Tahun 1992, terakhir disempurnakan dengan lahirnya
Undang-undang No.1 Tahun 2009 tentang penerbangan yang terdiri dari 24 Bab 466
Pasal.
Undang-undang Penerbangan yang disahkan pada Tanggal 12 Januari 2009 Tentang
Penerbangan sangat menjanjikan terhadap pertumbuhan transportasi udara di
Indonesia, karena Undang-undang tersebut secara komprehensif mengatur pengadaan
pesawat udara sebagaimana diatur dalam Cape Town 2001, berlakunya Undang-undang
secara Extra-teritorial kedaulatan atas wilayah udara di Indonesia ,
pelanggaran wilayah kedaulatan yang lebih dipertegas , produksi pesawat udara,
pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara, asuransi pesawat udara , independensi
investigasi kecelakaan pesawat udara , pembentukan majelis profesi penerbangan,
lembaga penyelenggara pelayanan umum yang sering disebut Badan Pelayanan Umum
(BLU) , pengadaan pesawat udara sebagaimana diatur didalam Konvensi Cape Town
2001.
Berbagai jenis angkutan udara baik niaga maupun bukan niaga dalam negeri maupun
luar negeri, kepemilikan modal harus Single Majority tetap berada pada warga
Negara Indonesia, perusahaan penerbangan minimum mempunya 10 (sepuluh) pesawat
udara, 5 (Lima) dimiliki dan 5 (Lima) dikuasai, komponen tarif yang dihitung
berdasarkan tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tambahan,
pelayanan bagi penyandang cacat, pengangkutan barang-barang berbahaya ,
ekspedisi dan keagenan, tanggung jawab pengangkut, asuransi tanggung jawab
pengangkut, tanggung jawab pengangkut terhadap pihak ketiga (Third Parties
Liability), tatanan kebandar udaraan baik lokasi maupun persyaratannya,
perubahan iklim yang menimbulkan panas bumi, sumber daya manusia baik dibidang
operasi penerbangan, teknisi bandar udara, maupun navigasi penerbangan,
fasilitas navigasi penerbangan, otoritas bandar udara, pelayanan bandar udara,
keamanan penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan
(Single Air Service Provider), penegakan hukum, penerapan sanksi administratif
yang selama ini tidak diatur, budaya keselamatan penerbangan, penanggulangan
tindakan melawan hukum dan berbagai ketentuan baru guna mendukung keselamatan
transportasi udara Nasional maupun Internasional.
Undang-undang ini bermaksud memisahkan regulator dengan operator sehingga tugas
dan tanggung jawab masing-masing jelas .
Selain Undang-undang No.1 Tahun 2009, penerbangan juga diatur dalam Peraturan
Menteri seperti Keputusan Menteri Perhubungan No.41 Tanggal 4 Desember 2001
tentang Peraturan Umum Pengoperasian Pesawat Udara, Keputusan Menteri
Perhubungan No. 65 Tanggal 22 Agustus Tahun 2000 tentang Prosedur Pengadaan
Pesawat Terbang dan Helikopter, Keputusan Menteri Perhubungan No. 75 Tanggal 22
Agustus Tahun 2000 tentang Standar Sertifikasi Personil Penerbangan, Keputusan
Menteri Perhubungan No. 77 Tanggal 20 November Tahun 2000 Tentang
Persyaratan–persyaratan Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan Ankutan Udara
yang Melakukan Penerbangan Dalam Negeri Internasional dan Charter atau Kargo,
Keputusan Menteri Perhubungan No. 78 Tanggal 2000 tentang Perawatan Preventif,
Perbaikan dan Modifikasi Pesawat Udara, Keputusan Menteri Perhubungan No. 80
Tanggal 20 November Tahun 2000 tentang sertifikasi kecakapan bagi personil
Perawatan Pesawat Udara. Dimana seluruh peraturan tersebut mengatur mengenai
standar dan prosedur penerbangan yang telah dipersyaratkan.
Tinjauan umum tentang standar keamanan dan keselamatan penerbangan baik
mengenai pengertian dari keamanan dan keselamatan penerbangan,
kategori-kategori dari standar keamanan dan keselamatan penerbangan, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan dan keselamatan penerbangan.
3. Faktor Penegakan Hukum
Penegakan hukum terkait aspek keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia
tidak dapat dilihat dari aspek hukum semata. Lawrence M. Friedman mengemukakan
bahwa hukum itu harus dilihat sebagai suatu sistem hukum yang terdiri dari tiga
komponen. Komponen-komponen tersebut adalah :
1. Substansi hukum (legal substance), yaitu aturan-aturan dan norma-norma umum.
2. Struktur hukum (legal structure), yaitu penegak hukum seperti Polisi, Jaksa,
Hakim dan Pengacara serta institusi yang melahirkan produk-produk hukum.
3. Budaya hukum (legal structure), yaitu meliputi ide-ide, pandangan-pandangan
tentang hukum, kebiasaan-kebiasaan, cara bepikir dan berlaku, merupakan bagian
dari kebudayaan pada umumnya, yang dapat menyebabkan orang mematuhi atau
sebaliknya, menyimpangi apa yang sudah dirumuskan dalam substansi hukum.
Adapun menurut Soerjono Soekanto bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum, yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri, yang terkait dengan peraturan perundang-undangan.
2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang
menerapkan hukum.
3. faktor sarana maupun fasilitas, yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan di mana hukum tersebut berlaku.
5. Faktor kebudayaan, yaitu hasil kerja, cipta dan rasa yang dilandasi pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Dengan demikian Standar keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia akan
senantiasa memperhatikan kompleksitas dari aspek-aspek dan faktor penegakan
hukum itu sendiri baik berdasarkan Hukum Nasional maupun Hukum Internasional.
4. Berlakunya Hukum Internasional ke dalam Hukum Nasional
Berkaitan dengan berlakunya kaidah hukum internasional ke dalam hukum nasional
menurut Mochtar kusumaatmadja , Indonesia tidak menganut teori transformasi
yaitu mentransformasikan terlebih dahulu ketentuan hukum internasional ke dalam
peraturan perundang-undangan nasional. Di sisi lain Indonesia juga tidak
menganut sistem in korporasi sebagaimana dianut Inggris dan Amerika serikat,
dimana hukum internasional dianggap merupakan bagian dari hukum negara , hukum
internasional juga secara otomatis berlaku sebagai hukum negara sepanjang tidak
bertentangan dengan perundang-undangan nasional Inggris dan Amerika Serikat.
Indonesia langsung terkait terhadap konvensi atau perjanjian yang telah
disahkan, tanpa terlebih dahulu membuat undang-undang pelaksananya. Namun untuk
beberapa hal mutlak diperlukan undang-undang sendiri.
Adapun berlakunya hukum internasional ke dalam hukum nasional telah diatur
dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dalam
Pasal 5 dinyatakan :
1) Selain perjanjian internasional yang perlu disahkan dengan undang-undang
atau keputusan Presiden, Pemerintah Indonesia dapat membuat perjanjian
internasional yang berlaku setelah penendatanganan atau pertukaran dokumen
perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara-cara lain sebagaimana disepakati
para pihak dalam perjanjian tersebut.
2) Suatu perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah
memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tersebut
Selanjutnya mengenai berlakunya perjanjian internasional yang memerlukan
ratifikasi melalui undang-undang, menurut Pasal 10 Undang-undang No. 24 Tahun
2000 Tentang Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang berkenaan dengan :
a. Masalah politik, perdamaian dan keamanan negara.
b. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara.
c. Kedaulatan dan hak berdaulat negara.
d. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup.
e. Pembentukan kaedah hukum baru, dan
f. Pinjaman/hibah luar negeri.
Berdasarkan pada Undang-undang No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian
Internasional tersebut, telah ditentukan jenis-jenis perjanjian yang
digolongkan sebagai treaty dan agreement. Treaty memerlukan pengesahan dari
DPR, sedangkan agreement tidak memerlukan pengesahan DPR, cukup pemberitahuan
saja dari Pemerintah kepada DPR untuk diketahui.
Ada sejumlah instrumen hukum internasional yang berkenaan hukum udara.
Keterikatan Indonesia atas sejumlah instrumen hukum internasional yang mengatur
tentang standar keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia tidak hanya
dapat dilihat berdasarkan pandangan Mochtar Kusumaatmadja dan ketentuan
Undang-undang No. 24 Tahun 200 Tentang Perjanjian Internasional, namun melalui
teori Hans Kelsen yang berpijak pada suatu asas pacta sunt servanda suatu
negara terikat untuk melaksanakan norma-norma hukum internasional dalam hukum
nasionalnya dapat dikembalikan pada hakikat suatu perjanjian itu sendiri untuk
dilaksanakan itikad baik .
Rambut
keriting punya ragam macam-macam. Rambut jenis ini bercampur antara
keriting besar, keriting ikal sampai keriting yang sangat melingkar
seperti sosis. Karena beragam jenis itulah, rambut keriting memiliki
banyak masalah sebab setiap orang punya pola keriting yang
berbeda-beda.
Seperti rambut kebanyakan, rambut keriting juga bisa bertekstur sangat baik, sedang, atau tebal dan kasar.
Menurut
YouBeauty, para ahli belum mengetahui jelas mengapa ada banyak tipe
rambut. Tapi yang pasti, bentuk kantong rambut (Anda yang berambut
keriting, memiliki kantong rambut yang keriting juga) dan protein
rambut (keratin) yang ada di pangkal rambut akan memengaruhi tipe
rambut Anda. Semua tipe rambut akan tumbuh melintir, apapun tipe rambut
Anda. Rambut akan semakin keriting jika jumlah untirannya semakin
banyak.
Jaga kelembapan
Para pemilik
rambut keriting sangat dianjurkan untuk menjaga kelembapan rambutnya.
Agar rambut keriting lebih halus dan lembut gunakan perawatan deep
conditioning dua kali sebulan. Jika rambut Anda kering, jangan terlalu
sering berkeramas – usahakan hanya dua kali seminggu.
Hati-hati Mengeringkan
Anda
harus berhati-hati menangani rambut keriting. Hindari penggunaan handuk
yang terlalu kasar saat mengeringkan rambut atau membungkus rambut Anda
dengan handuk untuk menyerap air sisa keramas.
“Rambut
keriting harus dikeringkan dengan perlahan, tapi jika jadwal Anda
terlalu padat untuk itu, usapkan handuk dengan halus dan pastikan
rambut Anda tidak berantakan saat diusap,” saran penata rambut
selebritas Kristan Serafino. “Jika rambut keriting disentuh dengan
kasar – atau parahnya disisir – akan menyebabkan rambut keriting
natural Anda malah kusut.”
Mengutip Conectique, sebaiknya
keringkan rambut dengan jari tangan, dengan atau tanpa kipas angin.
Hasilnya akan membuat rambut menjadi lebih teratur dan lentur.
Jangan sentuh
Saat
menggunakan produk seperti krim penambah keriting, gel atau mousse,
ikutilah pola keriting rambut Anda, putarkan dari bagian tengah ke
bagian ujung rambut, saran Serafino. “Saat rambut sudah kering, maka
Anda baru boleh mengoleskan serum silikon pada ujung rambut untuk
melembutkan pola keritingnya dan membuatnya lebih berkilau,” tambahnya.
Setelah ditata, jangan sentuh lagi rambut Anda karena semakin Anda “memainkannya”, rambut Anda malah akan bertambah kusut.
Sebuah pesawat Singapore Airlines B747-400 yang diparkir di pintu E4
Bandara Changi dibuka pada 29 Desember1981. Pembangunannya bermula dari kepadatan di Bandara Paya Lebar yang merupakan bandara ke-tiga di Singapura setelah Bandara Kallang dan Bandara Seletar. Sebelumnya, ada pilihan perluasan bandara di Paya Lebar, namun ide tersebut tidak disetujui karena Paya Lebar terletak di daerah urban dan bisa meningkatkan kebisingan.
Pemilihan lokasi sekarang berdasarkan jika dibangun di ujung pulau, maka perluasan bisa dilakukan dengan reklamasi dan pesawat terbang pun akan terbang lewat laut sehingga mengurangi kebisingan.
Bandara ini mengalami perkembangan yang sangat menonjol. Pada tahun 2005, Bandara Changi Singapura dapat menampung 32,43 juta penumpang, yang naik sebesar 7% dari tahun sebelumnya. Ini membuatnya menjadi bandara tersibuk ke-26 di dunia dan ke-6 di Asia diukur dari kepadatan penumpang. Dana sebesar S$1,75 milyar telah dikeluarkan untuk pembangunan Terminal 3. Sedangkan dana sebesar S$240 juta sudah disiapkan untuk merenovasi Terminal 1 dan Terminal 2, dimana Terminal 2 baru saja selesai direnovasi. Pada tahun ini, Bandara Changi sudah berhasil membuat dua terminal baru, yaitu Terminal CIP yang diberi nama JetQuay dan Budget Terminal.
Meskipun bangunan terminal sudah terhitung cukup tua, bandara Changi Singapura tetap dirawat baik. Baru-baru ini saja, Bandara Internasional Changi Singapura memenangkan penghargaan Airport of the Year 2006 oleh Skytrax. Bandara ini berhasil mengalahkan saingan ketatnya, Bandara Internasional Hong Kong, yang memenangkan penghargaan tersebut sebanyak 5 kali berturut-turut, dari tahun 2001-2005, dimana saat itu Bandara Changi Singapura hanya berhasil menjadi runner-up.
Terminal 3 merupakan terminal terbaru yang mulai beroperasi pada tanggal 9 Januari 2008, dengan desain lebih modern daripada kedua terminal sebelumnya dan memiliki beberapa fasilitas seperti Hard Rock Cafe, Butik BVLGARI, Gucci, Hermes, pusat makanan, Crowne Hotel, taman kupu-kupu dan bioskop mini. Beberapa maskapai berada di Terminal 3 ini, di antaranya: Singapore Airlines, China Eastern Airlines, Jet Airways, Qatar Airways dan United Airlines.Garuda Indonesia mulai 22 Februari 2011 memindahkan operasionalnya ke terminal ini, dari Terminal 2.
Terminal maskapai murah, atau yang lebih dikenal sebagai Budget Terminal, terletak terpisah dengan kedua terminal yang ada. Terminal ini dipakai mulai dari bulan Maret 2006. Penumpang harus menggunakan tangga dan berjalan di atas tarmac. Hal ini berbeda dengan kedua terminal yang lain, di mana penumpang dapat menggunakan jembatan udara atau airbridge. Para penumpang yang akan transfer ke penerbangan lainnya juga harus melalui proses imigrasi.
Terminal ini dipakai oleh:
Untuk berpindah dari Terminal 1 ke Terminal 2 dan sebaliknya, penumpang dapat menaiki Skytrain, sebuah sistem transportasi kereta gratis yang beroperasi dari pukul 06.00 sampai dengan pukul 01.30 dini hari. Perjalanan memakan waktu tidak lebih dari 1 1/2 menit.
Bus gratis dapat dipergunakan untuk berpindah dari Terminal 2 ke Budget Terminal dan sebaliknya. Sama dengan Skytrain, transportasi jenis ini tidak memungut biaya dari penumpang dan beroperasi 24 jam tiada henti.
Stasiun MRT Changi Airport terdapat di antara Terminal 2 dan 3, sistem kereta Singapura ini beroperasi dari pukul 05.31 sampai pukul 00.06.[1] Penumpang diharuskan untuk berpindah jalur untuk menuju ke pusat kota pada stasiun interchangeTanah Merah . Normalnya, perjalanan ke kota memakan waktu sekitar 26 menit tidak termasuk waktu tunggu.
MaxiCab merupakan sebuah mobil berkapasitas 6 orang yang dapat mengantarkan penumpang ke seluruh hotel dan pusat bisnis di Singapura tidak termasuk Pulau Sentosa dan Changi Village. Pemesanan dilakukan di hall kedatangan dan biaya langsung dibayarkan kepada sopir. Berikut adalah peraturan pemberian harga:
Dewasa: S$7.00
Anak: S$5.00
MaxiCab beroperasi setiap 30 menit dari pukul 06.00 sampai 18.00, setiap 15 menit dari pukul 18.15 sampai 24.00, dan setiap 30 menit dari pukul 00.30 sampai 02.00.